SINTANG – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Sintang, Yasser Arafat, kembali menegaskan bahwa dana ketahanan pangan yang berasal dari Dana Desa harus disalurkan melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), bukan Koperasi Desa (Kopdes). Hal ini disampaikannya untuk meluruskan pemahaman kepala desa yang masih bingung membedakan peran dan fungsi antara Bumdes dan Kopdes dalam konteks pengelolaan Dana Desa.
“Beberapa kepala desa sempat bertanya kepada kami, ‘Bagaimana Pak, kalau program ketahanan pangan itu kami jalankan lewat Koperasi Desa?’. Saya jawab, jangan dulu. Karena sesuai arahan pusat, label yang digunakan saat ini adalah Bumdes, bukan Koperasi Desa,” ujar Yasser saat ditemui di Kantor DPMPD Sintang, Senin (27/5/2025).
Yasser menjelaskan, Bumdes adalah lembaga ekonomi milik pemerintah desa, yang dalam struktur keuangan desa masuk sebagai bagian dari sistem pemerintahan. Artinya, Bumdes sah untuk menerima dan mengelola Dana Desa, termasuk alokasi 20 persen yang diwajibkan untuk program ketahanan pangan. Sementara itu, Koperasi Desa bersifat milik masyarakat secara individu atau kelompok, bukan lembaga resmi desa.
“Bumdes itu milik desa, sedangkan koperasi adalah milik orang per orang. Karena itu, Dana Desa tidak bisa dialihkan ke koperasi. Ini seperti dalam struktur APBD, dana bisa diberikan ke BUMD seperti PDAM, tapi PDAM tidak bisa langsung menyalurkan ke koperasi seperti Keling Kumang. Sama prinsipnya,” jelasnya.
Untuk desa yang belum memiliki Bumdes, Yasser mengimbau agar segera membentuk Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) agar program ketahanan pangan tetap bisa berjalan. “Kalau Bumdes belum ada, bentuk TPK. Jalankan program ketahanan pangan sesuai aturan. Jangan menunggu koperasi karena regulasinya belum jelas. Kita harus satu persepsi agar tidak bingung di lapangan,” tambahnya.
Meski begitu, Yasser menyebut Dana Desa tetap dapat digunakan untuk mendukung proses pembentukan Kopdes, namun hanya sebatas kebutuhan musyawarah desa dan operasional ringan. “Misalnya untuk makan minum saat musyawarah, beli kertas, atau buat stempel koperasi, itu silakan pakai Dana Desa. Tapi untuk biaya besar seperti pembuatan akta notaris, itu nanti dibiayai oleh APBD,” tegasnya.
Ia juga memperingatkan agar tidak ada kepala desa yang dengan gegabah mengalokasikan dana hingga puluhan atau ratusan juta rupiah ke Koperasi Desa, karena belum ada regulasi yang mengatur hal itu secara rinci. “Penyertaan modal ke koperasi dengan angka besar itu jangan dulu dilakukan. Kita tunggu petunjuk teknis lebih lanjut. Jangan sampai niat baik justru jadi masalah,” tutup Yasser.
Pernyataan ini sekaligus menjadi arahan penting bagi para kepala desa di Kabupaten Sintang agar tidak salah langkah dalam mengelola Dana Desa, khususnya dalam upaya mendukung ketahanan pangan dan pembentukan Koperasi Merah Putih. Dengan adanya kejelasan ini, diharapkan para kepala desa dapat bekerja lebih fokus, akurat, dan sesuai aturan yang berlaku. (Red)

